Teori Kenangan

Setiap dari kita pastilah mempunyai kesan terhadap hal atau pengalaman yang pernah kita lalui. Kemudian kesan itu menggumpal dan berevolusi menjadi satu bagian yang melayang layang berupa bebayang dalam benak. Kita menyebut bebayang yang melayang layang itu sebagai kenangan. Begitulah kenangan itu bermula dan terjadi pada kita.

Lantas, bersamaan dengan berlalunya waktu, kenangan membuat kita beranggapan bahwa pengalaman yang telah kita tempuh seakan baru terjadi kemarin lalu. Yang juga berseolah bahwa waktu begitu teramat singkat mengikis lembar demi lembar pengalaman setelah kenangan membalutnya.

Mungkin kenangan itu bisa kita sebut sebagai sesuatu yang aneh dan menjengkelkan. Mengingat, kenangan hanya hadir setelah kesemuanya harus sudah berlalu. Tersimpan, mengiyang-ngiyang, dan membuat kita rindu ingin mengulang kembali masa itu. Tapi, begitulah takdir kenangan. Kita tidak bisa melawan. Tidak bisa dirubah. Hanya bisa diobati.

Sedang bagi beberapa kalangan tertentu, ada yang tidak ingin mengulangnya kembali. Bahkan sampai tidak menyimpannya sebagai kenangan. Karena, kenangan tidak hanya mengenang yang baik atau indah saja. Burukpun ia juga kenang.

Selain memiliki sisi aneh, kenangan itu adil. Sangat teramat adil. Karena kenangan tidak pernah melihat dan memandang siapapun. Objektif dan bijaksana. Baik yang kaya maupun yang miskin, yang baik maupun yang jahat, yang pintar maupun yang bodoh, bahkan yang tampan maupun yang buruk rupa. Kesemuanya, oleh kenangan, akan dikenangi kenangan yang setimpal terhadap kesan pengalamanya masing-masing.

Tapi tunggu dulu, walaupun masing-masing dari kita memiliki kenangan, namun cara kita memandang, menafsirkan dan menyikapi kenangan pasti memiliki cara yang berbeda. Tidak sama. Sependek pengamatanku ada beberapa kategori di dalamnya. Kategori dimana Kaum Pengenang memandang, menafsirkan dan menyikapi kenangannya.

Pertama. Ada orang yang memandangan kenangan itu sebagai sesuatu yang ideal. Kita sebut kategori ini dengan sebutan: Kaum tidak bisa atau gagal Move on. Kaum seperti ini sangat banyak bisa kita jumpai dalam konteks asmara. Seperti kisah Romeo yang memutuskan memilih meminum racun ketika melihat kekakasihnya, Juliet, meninggal.

Meraka, kaum dalam kategori ini, melihat kenangan itu teramat indah, sempurna, sangat ideal. Sampai beranggapan bahwa tidak akan ada lagi kenangan yang mampu mengisi atau menggantikan kenangan yang pernah dilaluinya. Akhirnya kaum ini terjebak dalam romantisme masa lalu dan tidak bisa menerima kenyataan. Tidak bisa atau gagal move on-lah ceritanya.

Ada juga yang berpandangan bahwa kenangan bukanlah suatu hal yang perlu kita romantisi atau tidak perlu kita kenang sebagai sesuatu yang sempurna. Ini kategori yang kedua. Kategori ini bisa kita sebut sebagai Kaum Realistis. Mereka, Kaum Realistis, melihat bahwa dunia ini adalah parodoks, dimana semua pertentangan ada di dalamnya. Termasuk juga dalam kenangan.

Jadi menurut kaum Realistis, terpuruk dalam kenangan adalah perkerjaan yang sia-sia. Tapi bukan berarti kenangan itu tidak punya arti bagi Kaum Realistis. Hanya tidak perlu kita romantisi. Karena, bagi Kaum Realistis, kenyataan itu terlalu nyata untuk kita bandingkan dengan kenyataan kenangan yang kita miliki.

Kategori Ketiga. Ada orang yang mengartikan kenangan itu sebagaimana semboyan “Biarlah semua ini berlalu dan mengalir seperti air”. Orang yang berpandangan seperti ini bisa kita masukkan dalam Kategori Pasrah.

Meskipun Kaum Pasrah ini tidak terjebak dalam romantisme masa lalu "kenangan", tapi, mereka tidak pernah melihat kenangan sebagai satu bagian atas kenyataan yang mereka hadapi. Ya dibiarkan saja kenangan itu mengalir mengikuti iramai air. Tidak punya inisiatif. Hanya dibiarkan mengalir saja. Akhirnya kaum ini pasrah saja terhadap kenyataan yang mereka lalui. Legowo.

Sedang yang Keempat adalah Kategori Positivistik. Bagi Kaum Positivistik, kenangan yang terpilah menjadi 2 bagian itu “baik dan buruk” diukur secara rasional: Untung dan Rugi. Kenangan yang menguntungkan dikenang. Sedang yang tidak menguntungkan dilupakan sebagai kenangan. Untuk apa mengenang kenangan yang tidak ada untungnya, itu merugikan. Buang dan lupakan. Ambil yang menguntungkannya saja. Begitulah Kaum Positivistik menilai.

Kategori yang keempat (Kaum Positivistik) ini memang agak sedikit mirip dengan kategori kedua (Kaum Realists). Cuma sedikit mirip, tapi ada perbedaannya. Letak perbedaan keduanya terletak dari penyikapan kenangan tersebut. Kaum Positivistik menyikapi kenangan itu secara individulis. Sedang Kaum Realistis cenderung lebih sosialis.

Setidaknya inilah tulisanku tentang teori kenangan. Mungkin dari tulisan ini mampu memberikan sedikit banyak kontemplasi diri dan sembari melihat, termasuk dalam kategori mana setiap dari kita memandang, menafsirkan dan menyikapi kenangan. Apakah seperti Kaum Gagal Move-on, Kaum Realitis, Kaum Pasrah, ataukah Kaum Positivistik. Atau mungkin dari kalian punya kategori tersendiri melihat kenangan.

Walaupun sebaik-baiknya Kaum pengenang sebenarnya lebih baik tidak mempunyai kenangan sama sekali. Memang itu terbilang mustahil, tapi itu sangat baik. Orang yang menilai kenangan seperti ini masuk Kategori yang Kelima. Kaum Ilusioer. Tidak perlu diberikan penjabaran lebih lanjut bagaimana kaum ini melihat kenangan. Karena sepertinya hanya Itachi Uchiha, Biksu Tong Sam Cong dan saya sendiri yang menganutnya. Terjebak dalam dunia genjutshu. Kosong adalah Isi dan Isi adalah Kosong.

Comments

Postingan Populer

Belajar dari Cu Pat Kay: Siluman Babi Yang Dihukum 1000 Kali Penderitaan Cinta

Ada Cerita di Balik Hujan

Contoh Membuat TOR yang Baik dan Benar

Satu Paragraf: The Star Maker

Lereng Senja: Hilang Ke Manakah Agaknya?