Sakralnya Selaput Dara Perempuan. Benar, kah?


Malam itu kami membicarakan tentang film: Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Topik persoalan yang kami angkat adalah sikap Zainuddin ke Permata-nya: Hayati, yang begitu teramat kejam.“Pantang pisang berbuah dua kali. Pantang lelaki memakan sisa.”
Menyelami perkataan Zainuddin. Lantas saya teringat pada satu kisah dari novel yang dikarang Pramoedya Ananta Toer -Bumi Manusia. Ketika itu, akhirnya Minke bisa mempersunting si Bunga Penutup Abad. Tapi, satu penyelasan muncul ketika di malam pertama saat Ia tahu kalau Ia bukan lelaki pertama yang mereguk buah cinta dari Annelies. Dirundung penyelasan dan kecewa, akhirnya Minke bertanya. “Siapa lelaki itu?”
Lainnya, jauh sebelum era reformasi dinahkodai Presiden SBY dan Jokowi. Sayup-sayup pernah aku dengar di televisi tentang berita seorang berisinial FH menceraikan Istrinya hanya berapa hari setelah mereka menikah. Persoalannya begitu pelik kata si FH, di mana sang Istri ternyata sudah tak orisinil.
Pernah satu badan lembaga melakukan survey tentang bagaimana pendapat laki-laki di Indonesia tentang keorisinilan perempuan. Apakah berpengaruh atau tidak dalam memilih pasangan. Berdasarkan hasil survey, 85,9% laki-laki Indonesia menginginkan calon pasangan yang masih orisinil. Atau masih bersegel.
Menyoalkan perihal di atas aku jadi berpikir, ternyata masih banyak di antara kita melihat dan memandang kenilai-hargaan dari perempuan hanya pada persoalan selaput dara. Padahal pada satu sisi, kita (laki-laki) tak bisa menaifkan diri kalau kita juga tak orisinil atau tak bersegel sejak kita tahu fungsi lain dari jari-jemari ketika berada di dalam kamar mandi.
*****
Seperti halnya Ayu Utami -dalam Novel: Pengakuan Eks Parasit Lajang- yang menyoalkan selaput dara perempuan ketika mengkritik salah satu Da’i Indonesia yang mengatakan selaput dara bak segel dari Tuhan, dan kita saja tak mau menerima softdrink yang segelnya sudah rusak padahal itu hanya segel dari pabrik (mungkin karena kurang terasa nyesss rasanya), aku juga membayangkan di Taman Surgawi ada sebuah Pabrik.
Di tengah-tengah Taman Surgawi itu ada sebuah Pohon Pengetahun –atau dalam Islam dikenal pohon buah Khuldi, tepat di sebelah utara ada sebuah Pabrik. Itu pabrik yang aku bayangkan. Dalam Pabrik itu ada satu ruang tempat produksi. Tampak di sana tubuh-tubuh telanjang berjejeran rapi menunggu giliran mengikuti gerak satu rel yang berputar menuju ke pos selanjutnya: Penyegelan.
Pada pos itu mesin bergerak sedekimian rupa sehingga dua kaki pada tubuh itu terentang secara mekanik. Lalu sepasang jepit besar mencengkaram pinggangnya agar jangan sampai bergeser. Bersamaan dengan itu, sebuah tuas masuk pada sebuah celah di antara dua kaki, dan lantas terdengar bunyi gertak dan desis mesin. Begitulah segel selaput dara dipasang pada setiap perempuan.
Lalu perempuan-perempuan itu siap dikirim ke muka bumi sebagai produk untuk dikonsumsi lelaki. Tidak lebih dari itu. Para lelaki membelinya dengan mahar. Tapi, jika segelnya rusak, lelaki berhak menukarnya.
*****
Katrin Bandel pernah bilang kalau “nilai-nilai moral yang diajarkan dalam kehidupan sehari-hari ternyata terlalu sederhana, tidak memadai untuk menilai kehidupan manusia yang penuh liku-liku.” Jika memang demikian, kita harus melihat persoalan selaput dara bukan hanya dari satu sudut pandang saja. Kenapa? Karena kehidupan manusia itu penuh liku-liku. Jadi tidak semua yang tak bersegel, tak orisinil, dan tak suci, itu tak bernilai.
Contohnya Hayati. Kita tidak bisa menaifkan diri untuk tidak melihat dari sudat pandang lain bahwa, di tempat Hayati tinggal, masih begitu kuat adat menempatkan posisi sang Datuk dalam menentukan nasibnya ketika menolak pinangan Zainuddin dan malah menerima Uda Aziz.  Sehingga bisa dikatakan ini bukan kesalahan internal dari pergolakan hati Hayati saja, melainkan bagaimana “kekuatan eksternal” kekuasan sang Datuk- kepada dirinya tidak bisa memberikan “kesuciannya” kepada Zainuddin.
Jikalau Zainuddin adalah manusia bijak, Ia tak mungkin sampai hati menjatuhkan hukuman ke Hayati yang ditimpa banyak musibah berganti-ganti itu. Orang bijak akan mengatakan “tak ada pantang lelaki memakan sisa,” jika Ia benar-benar cinta. Sebagaimana Hayati bilang, ini bukan persoalan suci atau tidak suci, melainkan ada satu kekayaan besar yang tak pernah Ia berikan ke orang lain -walaupun kepada Azis. Hanya kepada Zainuddin saja. Kekayaan itu ialah kekayaan cinta.
Pada konteks dari kisah Bumi Manusia, sikap Minke ke Annelies patut kita jadikan contoh. Ketika Ia menyadari kalau Annelies Mallema sudah tak bersegel, walaupun awalnya Ia menyesal dan kecewa, tapi dengan lapang dadanya bertanya alasan “tak bersegel” itu. Bukan malah menyalahkan dan menghinakan Annelies. Tak ada pantang lelaki memakan sisa bagi Minke.
*****
Banyak kemungkinan yang melandasi kenapa perempuan tak bersegel lagi. Seperti kasus Annelies yang ternoda tanpa kuasanya. Bukan atas kemauan sendiri. Lantas, masih pantaskah selaput dara disakralkan ketika melihat kasus seperti ini?
Atau, kita berangkat dari pemahaman umum seperti kata Puan Kelana di mana banyak orang menilai perempuan dari utuhnya selaput dara. Hilangnya ketidak-bersegelan perempuan biasanya disertai dengan keluarnya darah dari satu bagain yang tergantung bentuk, dan ketebalan selaput dara itu sendiri. Tapi, tidak semua perempuan punya selaput dara, dan ketebalan selaput dara dari masing-masing permpuan juga berbeda. Contohnya begini kata Puan kelana; ada seorang perempuan melakukan olahraga terlalu keras hingga selaput daranya robek. Lantas apakah kita akan bilang si Perempuan sudah tak orisinil dan tak besegel?
Padahal robeknya selaput dara itu dapat disebabkan oleh berbagai hal selain penetrasi dalam suatu hubungan badan. Selain itu, ada juga perempuan yang lahir tanpa selaput dara. Sehingga hal ini menyebabkan tidak semua perempuan akan mengalami pendarahan saat berhubungan untuk pertama kalinya.
Contohnya begini: Pesta pernikahan telah usai. Lalu lalang manusia yang hadir dalam pesta itu juga telah pulang. Kini, malam pertama memasuki waktunya. Pintu kamar dibuka, sosok lelaki masuk dan kemudian pintu ditutup lagi. Lantas si Lelaki melihat dambaan hatinya tergeletak di atas kasur. Oh, tidak, si Dambaan Hati itu hanya menjelma sebatas sekelangkangan saja. Atau lebih tepatnya, hanya sebatas robet tidaknya selaput dara di dalamnya. Jika tidak, hanya belaskasihan saja yang menyelamatkan si Dambaan Hati. Padahal tidak tentu si Dambaan Hati tak orisinil jika selaput daranya tidak pecah.
Aishh, bagaimana bisa manusia hidup dalam pilihan belaskasihan seperti ini? Tidak lain. Padahal persolan darah bisa juga keluar jika ada luka. Persoalan luka-pun itu sangat menyakitkan. Bagiku manusia yang hidup dalam penilaian pilihan seperti ini sangat menjijikkan. Menilai perempuan hanya pada persoalan pecah tidaknya darah, dan menjadikan permpuan sebatas objek yang dikonsumsi.  
*****
Aku juga tidak menaifkan diri menginginkan pasangan yang masih bersegel (kalau satu hari nanti memang menikah), tapi itu bukan poin utama -Itu poin terakhir. Aku tidak ingin menilai perempuan hanya pada setes darah yang pecah. Aku ingin menilai perempuan dalam satu konsep utuh bahwa dia punya masa lalu, sehingga dari itu aku tak bisa menghakimi keburukan masa lalunya sebagai penilaian pada konteks sekarang jika dia memang sudah tak bersegel.
Ya, memang agama sangat menentang hubungan badan di luar pernikahan. Tapi, apakah agama akan menyama-ratakan semua alasan kenapa perempuan tak bersegel itu dalam satu kesimpulan umum yang sangat sakral? Agama tidak seburuk itu dalam menilai.  Aku pun berpikir Tuhan juga tak se-Maha Kejam itu pula menilai perempuan: memilhat perempuan hanya pada selaput dara.
Tuhan adalah Maha Pengampun, Penyayang, dan Pengasih. Ketika hambanya yang tak bersegel itu bertaubat, apakah lantas Tuhan tak mengampuni, tak menyayangi dan tak mengasihi lewat persolan tak bersegel? Tuhan tidak sekejam kita, di mana dengan begitu egoisnya memakai nilai-nilai moral yang sangat sederhana untuk menyakralkan selaput dara dalam menilai perempuan dengan tidak melihat dan menilai kehidupan manusia yang penuh liku-liku.

Comments

  1. Salam kenal semuanya
    jangan lupa mampir ke blog aku ya :)
    banyak artikel menarik, bermanfaat dan lucu ^^
    Dan jangan lupa adu keberuntungannya di Taipanpoker. org yach
    http://artikeltaipanpoker.blogspot.com/2018/01/10-mitologi-asal-indonesia.html

    ReplyDelete

Post a Comment

Postingan Populer

Belajar dari Cu Pat Kay: Siluman Babi Yang Dihukum 1000 Kali Penderitaan Cinta

HMI, Alasan Mengapa Aku Menjadi Bagian darinya

Contoh Membuat TOR yang Baik dan Benar

Kecabulan Senja: Islam Tanpa Bercinta

Antara Idealisme dan Politik: Ironi Perpecahan Duo HMI